Wednesday, January 27, 2010

Revisi SK Dekan FKIK Menjadi Tidak Lazim


Dari Pontianak Post, Senin, 25 Januari 2010


PONTIANAK—Revisi SK pengangkatan DR Thamrin sebagai Dekan Fakultas Ilmu Kedoktean dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura dalam waktu kurang seminggu oleh Rektor Untan menuai pertanyaan. H Jayadi Umar, mantan anggota DPRD Kota Pontianak priode 1999-2004 salah satunya. Menurut Jayadi, SK pengangkatan direvisi, sedang yang dilantik belum diberikan kesempatan memimpin. Sebagai masyarakat, ia menilai menjadi tidak lazim sesingkat itu keputusan rektor dapat berubah. “Apa dasar dilakukannya revisi, mesti jelas seharusnya,” katanya. Jayadi mengatakan, sebaiknya semua persoalan terkait penolakan pengangkatan Thamrin sebagai Dekan FKIK dikembalikan kepada pedoman aturan. Apabila dalam aturan memang menyebutkan, jabatan dekan fakultas kedokteran mutlak dijabat seorang dokter, maka semua harus tunduk dengan itu. “Termasuk FKIK Untan,” katanya kepada Pontianak Post tadi malam.

Jayadi mengatakan apabila tidak ada aturan itu, berarti tidak ada masalah. “Sebab dekan, posisinya manajerial bukan tekhnis,” ujarnya. Jayadi menggangap, bila dihubungkan dengan demokrasi, perkara ini tidak fair namanya. Kecuali, dekan yang dilantik berkinerja buruk, tidak menjadi persoalan SK pengangkatan direvisi. Ia mencontohkan, dalam pemerintahan SBY, dikenal 100 hari program kerja. Pada masa priode kerja itu dilakukan evalusi seobjektif mungkin agar, kinerja seseorang dapat diketahui kemampuannya. Aksi unjuk rasa penolakan pelantikan Dekan FKIK, yang sampai menyebabkan pecahnya kaca pintu rektorat, Jayadi menilainya sebagai tindakan anarkis. “Kenapa aset negara dikorbankan?” tanyanya. “Kampus tempat bernaung kaum intelektual,” kata Jayadi. Ia menyayangkan sekali peristiwa tersebut.

Kaca pintu gedung rektorat tidak bersalah. Rektorat dibangun menggunakan uang rakyat, Jadi, kata dia, tindakan keliru, menyampaikan aspirasi sampai menimbulkan kerusakan aset negara. “Kampus, tempat bernaung kaum intelektual, tentunya setiap persoalan dapat dipecahkan melalui tukar pendapat bukan dengan memecahkan kaca. Terus terang Untan perguruan Tinggi terbesar di Kalbar. Seluruh masyarakat ingin Untan itu maju pesat. Tapi, apabila terus berpolemik bagaimana mau maju?” katanya. Jayadi mengisyaratkan, tidak sembarang orang dapat menempuh studi ilmu kedokteran. Selain dituntut memiliki kecerdasan, tak kalah penting, menurut Jayadi biaya studinya juga mahal. Maka, harapan masyarakat Kalbar melahirkan tenaga dokter dari Untan jangan sampai terkorban karena masalah pelantikan dekan FKIK.

Rektor, imbau Jayadi, perlu mencari jalan keluar. Prinsipnya tidak mengorbankan dunia pendidikan, dan cepat dalam mengambil sikap. Karena seluruh pihak yang terkait masalah pelantikan dekan FKIK mesti diakomodir. Tetapi tidak ada pihak yang dirugikan maupun diuntungkan.Lebih jauh, Jayadi menyarankan, rektor Untan untuk berkonsultasi ke Dikti di Jakarta dalam menyelesaikan masalah ini. “Langkah ini perlu, agar semua masalah dapat tuntas,” katanya. Jayadi menyebutkan, pelantikan dekan FKIK adalah masalah intern Untan. Ia berharap Untan dapat menyelesaikan permasalah ini dengan bijak. Kepentingan lembaga lebih utama, karena masa depan Kalbar ada di tangan Untan. Sehingga roda organisasi Untan, Untan sendiri yang lebih tahu, bukan dari pihak luar. “Namun Untan, tetap perlu melakukan kerjasama. Dengan pihak manapun, demi kemajuan Untan,” kata Jayadi. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Barat, Alexius Akim menyatakan tidak dapat mencampuri urusan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura. Ini termasuk persoalan tentang pemilihan dekan. Menurut dia, khusus untuk jenjang perguruan tinggi, kewenangan berada di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Selain itu, perguruan tinggi pun memiliki otonomi.

Tetapi secara pribadi Akim menilai, biasanya untuk menduduki pimpinan di sebuah institusi, yang notabene menjalankan fungsi manajemen, jenis atau latar belakang pendidikan bukanlah hal utama. Sebaliknya, kualifikasi terpenting adalah bagaimana kemampuan manajerial yang bersangkutan. “Saya tidak tahu bagaimana kalau di kedokteran, apakah dekannya memang harus dokter atau tidak. Tetapi saya kira jika duduk di tingkat manajemen, tidak masalah apabila calon dekan punya latar belakang pendidikan berbeda. Kecuali kalau untuk menangani penyakit, itu memang harus dokter,” ujarnya.(stm/rnl)

No comments:

Post a Comment